Wednesday, February 4, 2015

Keresahan Akan Pendidikan

Pendidikan? memang penting, orang yang berpendidikan dengan orang yang tidak berpendidikan akan jelas terlihat dari kepribadiannya. Pendidikan adalah mata uang yang berlaku diseluruh dunia, saya rasa pembaca bisa mengerti apa maksud dari "mata uang" tersebut. Tapi bagaimana persoalannya di Indonesia tentang pendidikan?

Selama 12 tahun saya sekolah dari jenjang SD, SMP, SMA, ini yang saya alami selama 12 tahun rasa ingin tahu dalam hidup saya. Mulai dari mata pelajaran. Pendidikan di Indonesia memiliki banyak mata pelajaran saya pun malas menghitung berapa total semua mata pelajaran, diantara negara-negara lain Indonesia lah yang paling banyak menyajikan mata pelajaran kepada siswa-siswinya. Apakah itu baik? Tentu ada baik dan buruknya. Menurut saya dengan penatnya mata pelajaran yang banyak murid jadi merasa terbebani dan lelah akan menghafal untuk mempersiapkan ulangan, dan tugas guru hanyalah menyampaikan materi dan memberi soal untuk kemudian dijawab, begitu pula di ujian nanti. Dari situlah kemampuan menghafal kita dijadikan tolok ukur kemudian semua proses tersebut akhirnya di terjemahkan dengan NILAI.

Mengapa saya menggaris bawahi kata nilai? memang kenyataannya untuk mendapatkan nilai bagus dalam sekolah kita harus menjawab semua soal yang ditanyakan dan harus sama seperti yang di buku, catatan, dan yang paling penting adalah harus berdasarkan apa yang disampaikan oleh guru. Padahal menilai sesuatu tidak harus dari kemampuan menghafal ataupun menjawab soal, menilai seorang murid bisa dari: kreatifitasnya, kemampuan berbicara, intelektual, wawasan yang luas, perilaku, etika, masih banyak aspek yang bisa dijadikan penilaian.

Maka dari itu saya bisa simpulkan bahwa kegiatan belajar setiap hari dalam kelas tujuannya hanya untuk menghafal dan menjawab jawaban dengan benar di ulangan nanti. Dan yang lebih parah lagi ada guru yang menjadikan tolok ukur nilai dengan mengerjakan LKS (Lembar Kerja Siswa) dan kemudian dikoreksi benar dan salahnya saja tanpa mengetahui proses siswa dalam mencari jawaban tersebut. Kemudian hasil benar dan salahnya dijadikan nilai.

Sistem pendidikan di Indonesia cenderung hanya satu arah, meskipun kita diperbolehkan untuk bertanya tapi aspirasi dan pemikiran murid masih sulit untuk diekspresikan karena guru yang membuat jalan pikiran siswanya hanya menjadi "satu arah". Beda sekali dengan diluar negeri dimana muridnya harus lebih aktif daripada gurunya, bukan artinya guru tidak memegang peranan. Tapi siswa dilatih untuk selalu kritis dan berani beropini sehingga dewasa nanti mind set mereka akan matang dan mereka tahu apa yang mereka pelajari dan dapat mengambil manfaatnya.

Persoalannya adalah guru sebagai pengajar, pembimbing, dan pemberi materi yang baik, guru cenderung memaksa murid untuk menguasai mata pelajarannya.
Contoh:
- Guru Matematika memaksa muridnya untuk menguasai semua rumus matematika dan menguasai semua
   semua materinya.
- Guru Sejarah memaksa muridnya untuk menghafal peristiwa-peristiwa penting yang bersejarah beserta        tanggal-tanggal nya.
- Guru Geografi memaksa muridnya untuk menguasai bentang-bentang alam dan unsur-unsur bumi.

Masih banyak lagi contoh dalam pelajaran lainnya.

Mari kita berandai-andai, jika guru geografi yang lemah dalam matematika disuruh mempelajari dan menguasai rumus matematika atau guru sejarah disuruh untuk mempelajari pelajaran seni rupa, kemudian diujikan dalam bentuk ulangan seperti layaknya para murid?

Apakah guru tersebut mampu?

Tentu TIDAK jawabannya, karena setiap orang mempunyai kemampuan mereka masing-masing begitu juga hal nya dengan murid. Kalau guru hanya disuruh menguasai satu bidang yang mereka pahami dan kuasai, Mengapa murid harus menguasai semua bidang? Dikira muridnya robot semua kali.

Saya menghargai akan kemampuan seorang guru yang menguasai betul bidang mereka. Tapi apakah mereka memikirkan siswanya yang dipaksa untuk SERBA BISA dalam segala bidang? TENTU MUSTAHIL...
Makanya banyak murid di Indonesia sangat terbebani dengan pelajaran dan tak sedikit pula yang stress.
Tapi kenapa masih banyak guru yang memaksakan muridnya untuk bisa dalam satu mata pelajaran?
Kenapa guru marah ketika muridnya mendapatkan nilai yang rendah?

Padahal setiap anak bisa mengikuti semua mata pelajaran yang diajarkan tapi yang membatasi adalah KEMAMPUAN. Kenapa harus dipaksakan? Jika murid mendapatkan nilai yang tidak memuaskan memang hanya segitu kemampuannya dalam bidang tersebut, kalau terus dipaksakan murid akan merasa terbebani karena kelebihannya bukan disitu. Padahal sebenarnya kelebihan murid tersebut bukan dibidang itu, tapi dibidang yang lain. Wajar-wajar saja tidak ada yang perlu disalahkan.

Satu lagi yang menggelitik saya akan pendidikan di Indonesia. Mengapa harus ada bimbel?
Padahal kita sudah bayar mahal untuk masuk sekolah dan mempercayakan anak kita untuk dididik dalam sebuah lembaga pendidikan yang tugasnya mencerdaskan anak bangsa. Seharusnya jika sudah disebut 'lembaga' berarti adalah sebuah organisasi yang besar yang cakupannya luas dan tanggung jawabnya besar.
Kalau memang sekolah tugasnya mendidik dan mencerdaskan anak bangsa, mengapa harus ada lembaga pendidikan lain yang ingin membantu? Apa sekolah tidak cukup? Ataukah belum mampu untuk mencerdaskan anak bangsa?. Berarti ada yang salah dengan sekolah di Indonesia.

Pendidikan kita kaya ternak yang sakit tapi selama ini dikasihnya pupuk. Salah penanganan sejak dalam pemikiran.

Saya hanya berharap semoga generasi saya dan generasi yang mendatang akan menjadi generasi yang cerdas dan berpikiran maju, tidak hanya cerdas di otak tapi juga hati dan nurani.

Referensi : http://www.tribunnews.com/nasional/2014/12/01/anies-baswedan-potret-pendidikan-indonesia-gawat-darurat

1 comment:

  1. gw suka postingan yang bawa tentang pendidikan... kayaknya gimaaanaaa gitu.... www.aidunstars.blogspot.com

    ReplyDelete